(Resume) Makna Akhlak

Makna Akhlak
Akhlak bukanlah sekedar sebuah wacana, melainkan merupakan amal nyata, bukan sekedar teori dan konsepsi, melainkan merupakan sebuah praktek dan amaliah permanen yang mendarah daging dalam sikap,perilaku,dan kehidupan sehari-hari.
Kata akhlak berasar dari kata al-akhlaqu(Bahasa Arab), bentuk jama’ dari kata al-khuluquatau khuluqun,yang berarti tabi’at,kelakuan,perangai,tingkah laku,karakter,budi pekerti, dan adat kebiasaan. Dalam uraian dimuka telah disebut komponen (utama) agama islam: akidah,syari’ah dan akhlak. Penggolongan itu didasarkan pada penjelasan nabi muhammad kepada malaikat jibril didepan para sahabatnya mengenai arti iman,islam,dan ihsan yang ditanyakan jibril kepada beliau.
Perkataan akhlak dalam etimologis bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna, antara lain berarti budi pekerti atau ta’biat (Rachmat Djatnika, 1987:25). Kata akhlak digunakan Al-Quran untuk memuji ketinggian akhlak Rasulullah: Wa innaka la’alla khululukin ‘azhim =Seseungguhnya kamu mempunyai akhlak yang tinggi (Qs. 68/Al-Qalam:4). Kemudian dalam Qs.33/Al-Ahzab ayat 21 ditegaskan bahwa Rasulullah sebagai figur teladan: Laqod kana fi rasulillah uswatun hasanatun=Sungguh pribadi Rasulullah Itu merupakan suri tauladan bagi orang yang berkehendak kembali kepada allah, menyakini Hari Akhir, dan banyak berzikir.
Akhlak menyangkut masalah kehidupan yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dan ukuran-ukuran benar atau salahnya suatu perbuatan. Perbuatan itu dapat berupa perbuatan lahir ataupun perbuatan batin, yang menyangkut diri pribadi atau yang berkaitan dengan orang lain dan alam. Akhlak juga berkaitan dengan ajaran bagaimana seharusnya manusia dapat bertindak dengan baik dan benar sehingga ia dapat mengukur ukuran moralitasnya. Sehingga dengan begitu ia dapat dikatakan manusia yang bermoral atau tidak, berdasarkan kepada kaidah-kaidah moral yang telah ditetapkan oleh Islam.

Persoalan Baik dan Buruk
Apakah term baik-buruk dan benar-salah bersifat obyektif ataukah subyektifabsolut ataukahrelatif, dan universal atau persial? Bisakah manusia mengetahui persoalan baik-buruk dan benar-salah atau hanya allah yang mengetahuinya.
           Dalam alquran ditegaskan bahwa manusia tidak bisa menentukan baik-buruk dan benar-salah:
Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ُ الْÙ‚ِتَالُ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ ÙƒُرْÙ‡ٌ Ù„َّÙƒُÙ…ْ ÙˆَعَسَÙ‰ Ø£َÙ† تَÙƒْرَÙ‡ُواْ Ø´َÙŠْئاً ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø®َÙŠْرٌ Ù„َّÙƒُÙ…ْ ÙˆَعَسَÙ‰ Ø£َÙ† تُØ­ِبُّواْ Ø´َÙŠْئاً
ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø´َرٌّ Ù„َّÙƒُÙ…ْ ÙˆَاللّÙ‡ُ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُ ÙˆَØ£َنتُÙ…ْ لاَ تَعْÙ„َÙ…ُونَ (البقرة: 216)
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu me-nyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu  tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216)                          
Dalam (QS. Al-Baqarah 2 : 216), kita tidak bisa mendeskripsi-kannya. Shalatkhusyu’ dan sahun itu harus dideskripsikan oleh allah. Sebab utamanya, ayat Al-Quran itu terdiri atas ayat-ayat yang muhkamat (maknanya perintah-perintah dan larangan-larangan Al-Quran) dan mutasyabihat (samar-samar). Akhlak islami, seperti yang telah dikemukakan
diatas adalah keadaan yang melekat pada jiwa manusia. Karena itu suatu perbuatan baru dapat diseebut pencerminan akhlak, jika memenuhi beberapa syarat. Syarat itu antara lain:
1.      Dilakukan berulang-ulang.
2.      Timbul dengan sendirinya
Akhlak menepati posisi yang sangat penting dalam islam. Pentingnya kedudukan akhlak, dapat dilihat dari berbagai sunah qauliyah (sunah dalam bentuk perkataan) Rasulullah. Diantaranya adalah, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (Hadis Rawahu Ahmad).
Hakekat beragama sebenarnya adalah mentaati allah. Tapi karna allah itu Al-Ghaib(tidak menampakkan diriNya dimuka bumi dan tidak mungkin mengajari secara langsung kepada setiap manusia) maka allah lalu mengangkat wakilNya, yakni Rasulullah. Akhlak adalah sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Karena itu, selain dengan akidah, akhlak tidak dapat diceraipisahkan dengan syari’ah. Syari’ah mempunyai lima kategori penilaian tentang perbuatan dan tiingkah laku manusia, disebut al-ahkam al-khamsah seperti yang telah diuraikan dimuka. Kategori penilaian itu tidak hanya wajib danharam, tetapi juga sunnat, makruh, dan mubah atau ja’iz. Wajib dan haram, termasuk dalam kategori hukum duniawi terutama, sedangkan sunnat,makruh dan mubah termasuk dalam kategori kesusilaan atau akhlak. Dalam garis besarnya, seperti telah disebut diatas, akhlak dibagi dua. Pertama adalah akhlak terhadap Allah atau Khalik (Pencipta), dan kedua adalah akhlak terhadap makhluk (semua ciptaan Allah).
Ayat-ayat Al-Quran berikut menyebutkan iblis dan syetan sangat aktif membisikkan pandangan sesatnya kepada manusia:
Pertama, iblis bersumpah akan menciptakan pandangan yang baik kepada manusia, padahal buruk (karena tidak sejalan dengan kehendak allah):
"Iblis berkata: 'Ya Rabb-ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan, bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, "kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka'."(QS. Al-Hijr 15: 39-40)
Ayat ini menjelaskan bahwa iblis selalu menciptakan pandangan yang baik pada manusia,padahal menurut allah buruk. Maksudnya, iblis selalu menggoda manusia sehingga manusia merasa beriman, merasa saleh, merasa taat beragama, merasa berakhlak mulia, dan perasaan-perasaan lainnya. Padahal menurut Allah adalah tidaklah beriman, beragama yang salah, dan berakhlak buruk. Hanya orang yang sudah mencapai tingkatan IKHLAS saja yang tidak tergoda oleh iblis. Orang ikhlas adalah manusia yang  sudah mencapai martabat tinggi disisi Allah, diatas orang yang bertakwa,sedangkan orang yang bertakwa diatas orang yang beriman. Orang yang ikhlas hanyalah sebagian kecil dari orang-orang yang bertakwa,sedangkan orang yang bertakwa sebagian kecil dari orang-orang yang beriman. Artinya, orang yang tidak dapat terpengaruh oleh iblis itu sangat sedikit.
Kedua, syetan (dari bangsa jin dan bangsa manusia) selalu membisik-bisikan pandangan sesatnya kepada setiap manusia, yang dirasakan oleh manusia sebagai pandangan yang baik. Sedangkan syetan itu merupakan musuh yang nyata (bukan musuh yang samar-samar) bagi manusia.
Perintah masuk kedalam islam secara ‘keseluruhan’nya ditunjukan kepada orang-orang yang telah menyatakan dirinya beriman (telah beragama islam). Artinya, orang yang sudah menyatakan beragama islam harus masuk kedalam islam keseluruhannya,tidak sebagian-sebagian.
Ketiga, manusia selain memiliki musuh yang eksternal (iblis beserta bala tentaranya syetan-jin dan syetan-manusia) juga memiliki musuh internal, yakni nafsu yang selalu mendorong untuk melakukan perbuatan buruk,tapi sebagaimana iblis merasakannya sebagai sesuatu yang baik. Al-Quran menegaskan bahwa nafsu selalu mendorong kepada perbuatan yang buruk, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh tuhan.
Keempat, akibatnya sangat mengerikan. Karena memiliki keimanan yang keliru, maka kebanyakan manusia sangat menyesal pada saat kematiannya.

Pendidikan Akhlak untuk Mencapai Martabat Insan Kamil
Pendidikan akhlak tidak bisa dipisah dari pendidikan manusia seutuhnya. Pendidikan akhlak justru diarahkan untuk mencapai manusia seutuhnya, atau dalam islam,untuk mencapai martabatinsan kamil (manusia sempurna). Insan kamil adalah hamba allah yang mengamalkan islam kaffah. Menurut KH Muh.Munawwar Affandi (2002,2004), memasuki islam secara kaffah adalah dengan mengislamkan ke-4 unsur manusia, yakni: raga,hati,roh, dan rasa. Pandangan ini sejalan denganAl-Qusyairi (Juhaya S. Praja, 1990: 149-150) yang mengemukakan adanya tiga alat dalam tubuh manusia dalam hubungannya dengan allah yakni Qolb yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat Allah, Ruh yang berfungsi untuk mencintai Allah, dan Sirr(rasa) yang berfungsi untuk melihat Allah. Demikian juga Sufi Jawa, Pangeran Mangkunegoro IV (1811-1881 M), secara tersirat mengemukakan adanya empat unsur manusia ketika menjelaskan tentang sembah (ibadah),yakni:sembah raga(ibadah raga), sembah cipta(ibadah hati), sembah jiwa (ibadah roh), dan sembah rasa(ibadah rasa).(Muhammad Ardani, 1995).
Dengan adanya pengajaran akhlak, manusia dapat dibersihkan jiwanya, ditingkatkan derajat moral kemanusiaanya, dan dijauhkan dari dorongan-dorongan dan kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan dirinya, maupun merugikan orang lain.
Akhlak merupakan misi inti dari setiap diutusnnya rasul ditengah-tengah suatu umat. Rasul dan Nabi bertugas untuk mengingatkan manusia tentang akibat buruk yang akan menimpa, jika seandainya manusia tetap melakukan tindakan yang tidak terpuji yang cenderung bertujuan untuk memuaskan nafsu mereka saja. Oleh karena itu, Nabi dan Rasul pilihan Allah, semuanya memilki akhlak yang terpuji dan moralitas yang tinggi.
Uraian keempat unsur manusia sebagai berikut:
a.       Pertama, jasad. Keberadaannya didunia dibatasi dengan umur. Wujud nafsu manusia tidak lain adalah wujud jasad ini sebagai ujian, maka oleh Allah diberi hati (yakni Hati Sanubari) yang wataknya persis seperti iblis.
b.      Kedua, hati nurani. Letaknya tepat di tengah-tengah dada. Tandanya deg-deg. Disebut juga dengan hati jantung. Hatinurani dijadikan Allah dari cahaya, wataknya seperti malaikatNya Allah yang rela sujud(patuh dan tunduk) kepada wakilNya Allah di bumi.
c.       Ketiga Roh, ada tujuh berlapis-lapis. Letaknya didalam hati nurani. Roh adalah daya dan kekuatan tuhan yang dimasukkan kedalam jasad manusia, lalu menandai dengan keluar-masuknya nafas, menjadi hidup seperti kita didunia sekarang ini.
d.      Keempat, Sirr (rasa). Letaknya Ditengah-tengah roh yang paling halus (paling dalam). Rasa inilah yang kembali ke akhirat. Rasa adalah jati diri manusia.

Untuk mencapai martabat insan kamil (hamba Allah yang dipanggil ke surgaNya) maka manusia yang telah berwujud jiwa-raga haruslah mengalami proses taroqi (menaik) menuju Tuhan dengan menundukan nafsu dan syahwat sekurang-kurangnya telah mencapai tangga nafsu muthmainnah, sebagaimana fimanNya:
"Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Rabb-mu, dengan hati yang puas, lagi diredhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr 89 : 27-30)
Ayat ini dengan jelas menegaskan bahwa nafsu muthmainnah merupakan titik berangkat untuk kembali kepada tuhan. Tapi dengan modal nafsu muthmainnah pun masih diperintah lagi oleh Allah untuk menaiki tangga nafsu diatasnya: rodhiyah,maradhiyah, hingga kamilah. Setelah itu Allah sendiri yang akan menariknya (melalui fadhl dan rahmatNya) untuk mencapai martabat Insan Kamil.
Ulama Sufi, antara lain imam Ghazali (1989), menjelaskan 7 macam nafsu sebagai proses taroqi(menaik) manusia menuju Tuhan, Yakni:
a.       Nafsu Amarah, dengan ciri-ciri: Sombong,iri-dengki,dendam,nuruti nafsu,serakah, dan lain-lain.
b.      Nafsu Lawwamah, dengan ciri-ciri: Enggan, cuek, senang memuji diri,pamer,dusta, dan lain-lain.
c.       Nafsu Mulhimah, dengan ciri-ciri: Suka memberi,sederhana,menerima apa adanya,belas kasih, dan lain-lain.
d.      Nafsu Muthmainnah, dengan ciri-ciri: senang beribadah, senang sodaqoh,mensyukuri nikmat dengan memperbanyak amal, dan lain-lain.
e.       Nafsu Rodhiyah, dengan ciri-ciri: Pribadi yang mulia, zuhud, ikhlas,menepati janji, dan lain-lain.
f.       Nafsu Mardhiyah, dengan ciri-ciri: bagusnya budi pekerti, berrsih dari segala dosa makhluk,dan lain-lain.
g.      Nafsu Kamilah, dengan ciri-ciri: Ilmul-yaqin, ainul-yaqin, dan haqqul-yaqin.
Untuk mencapai martabat insan kamil, maka nafsu kita seharusnya berada di level-7 (nafsu kamilah), tapi jangan diaku. Jangan diaku punya ‘ilmul-yaqin,’ainul yaqin, dan haqqul-yaqin. Kalau diaku tetap saja nafsu yang dalam Qs. 12/Yusuf ayat 53 disebutkan sebagai : innan nafsa la-ammarotun bis-su-i (karena sesungguhnya nafsu itu menyuruh pada kejahatan). Artinya, nafsu kamilah sekalipun akan dinilai tuhan sebagai nafsu yang buruk(yang bisa menghantarkannya ke neraka). Kecuali nafsu yang di rahmati Tuhan yaitu nafsu yang bagus-bagus (mulhimah, muthmainnah, radhiyah,mardhiyah dan kamilah) sebagai proses taroqi (menaik) karena ketaatannya kepada allah dan rasulNya, bukan yang di-‘aku’ sebagai prestasi mujahadah,riyadhoh, dan riyalat-nya.


Nama               : Teguh Illahi Widiyanto Budiman
NIM                : 1500670
Kelas               : A
Matkul             : Pendidikan Agama Islam
Jurusan            : PGSD PENJAS



Comments