Makalah Semakin Lunturnya Peran Pendidikan Di Kalangan Remaja Akibat Modernisasi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut Brubecker education should be trough of as process of man reciprocal adjusman to nature. Dinyatakan bahwa pendidikan merupakan proses timbal balik antara kepribadian individu dalam penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan. Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah suatu upaya yang diciptakan untuk membantu kepribadian individu tumbuh dan berkembang serta bermanfaat bagi kehidupan.
Dictionary of education mendefinisikan pendidikan sebagai :
1.     Proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku dalam bermasyarakat.
2.     Proses social yang menyediakan lingkungan yang terpilih dan terkontrol untuk mengembangkan kemampuan social dan individual secara optimal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha yang diciptakan lingkungan secara sengaja dan bertujuan untuk menyidik, melatih, dan membimbing seseorang agar dapat mengembangkan kemampuan individu dan social.
Dalam dinamika globalisasi, anak-anak bangsa tercecer dalam berbagai sekolah yang beragam menurut latar belakang sosioekonomi yang berbeda. Negara belum mampu memberikan kesempatan yang adil bagi semua anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Sampai saat ini, belum tampak adanya pembenahan yang signifikan dan terpadu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan tingkat pendidikan tinggi. Muncul pertanyaan besar: Ke mana arah pendidikan di Indonesia?
Pendidikan yang ada di Indonesia saat ini merupakan salahsatu dampak dari adanya modernisasi. Modernisasi suatu masyarakat yang merupakan proses transformasi dalam segala aspek yang dapat  berarti pula proses pergeseran sikap dan mentalitas pada sebagian anggota masyarakat untuk dapat menyesuaikan dengan tuntutan masa kini. Pada suatu kelompok masyarakat tertentu umpamanya suku bangsa tertentu yang hidup dalam tata cara tradisional pergeseran ini tidak jarang meliputi berbagai aspek, disamping itu perubahannya pun cukup mendasar.
Dampak negative modernisasi dapat dirasakan dalam kehidupan masyarakat sekarang. Salahsatu contohnya yaitu pada kalangan remaja yang lebih mementingkan gaya hidup dibandingkan pendidikan yang seharusnya lebih diutamakan. Tahap remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologic seorang remaja, merupakan hasil interaksi antara factor genetic dan lingkungan biofisikopsikososial. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pada setiap remaja.Perhatian pada kelompok umur ini sangat penting, untuk itu kita harus mempelajari berbagai hal yang terkait dengan tumbuh kembang remaja, termasuk perkembangan somatiknya.
Bangsa ini harus bergerak ke depan dengan karakter yang kuat, karakter seorang pemenang yang tangguh, berani, dan penyempurnaan di segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus disosialisasikan, diinternalisasikan, dan diintensifkan sejak dini di semua level kehidupan berbangsa dan bernegara.
Maka dari itulah, kelompok kami mengambil judul “Semakin Lunturnya Peran Pendidikan Di Kalangan Remaja Akibat Modernisasi”. Semoga dengan diadakannya penelitian ini, dapat mengurangi permasalahan pendidikan di era modernisasi ini.


B.     PERUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN
Di era modernisasi saat ini begitu banyak permasalahan yang kita hadapi, baik itu dari segi pendidikan, gaya hidup, maupun ekonomi. Permasalahan ini sangat nampak di kalangan remaja dalam menghadapi era modernisasi. Berikut ini pertanyaan yang kami pakai dalam melakukan penelitian ini :
1.      Mengapa remaja di zaman modern ini lebih mementingkan gaya hidup dibanding pendidikan?
2.      Bagaimana seharusnya remaja menghadapi era modernisasi?

C.    PENDEKATAN DAN PEMECAHAN MASALAH
Permasalahan yang kelompok kami ambil yaitu “Semakin Lunturnya Peran Pendidikan Di Kalangan Remaja Akibat Modernisasi”, dan menggunakan pendekatan multidisipliner. Karena factor penyebab masalah tersebut mencakup berbagai sudut pandang keilmuan.
Metode penelitian pemecahan masalah yang kelompok kami gunakan yaitu metode riset kuantitatif, karena penelitian ini dilakukan dengan cara menagmbil sampel menggunaka   
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Interaksi SOsial
Soekanto ( 2016 : 45) mengemukakan bahwa Interaksi social merupakan hubungan dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok, maupun antara individu dengan kelompok.  Dengan kata lain, interaksi social akan melibatkan dua individuatau lebih untuk dapat melakukan kontak social, baik dengan cara interaksi sesame individu dalam kelompoknya, kelompoknya dengan kelompok lain, atau individu dengan kelompok lain diluar kelompoknya.
Terdapat dua syarat terjadinya interaksi social (Soekanto, 2007 : 62) dalam buku Pendidikan Sosial Budaya (2016 : 45) :
1)      Adanya kontak social, yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
2)      Adanya komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

B.     Pelapisan Sosial
Pelaspisan social menurut Soekanto (2007 : 199) dalam buku Pendidikan Sosial Budaya (2016, hlm. 51) adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkis).
Pitrim A. Sorokin (Soekanto, 2007 : 198) dalam buku Pendidikan Sosial Budaya (2016, hlm. 51) menyatakan bahwa stratifikasi social adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
Berkaitan dengan hal ini, P.J Bouman (Wrahatnala, 2012 : 2) dalam buku Pendidikan Sosial Budaya (2016, hlm. 51) menyatakan bahwa stratifikasi social adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan materil daripada kehormatan, misalnya, mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan materil akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala tesebut menimbulkan pelapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi seeorang ata suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertical (Soekanto, 2007 : 197) dalam buku Pendidikan Sosial Budaya (2016 : 51).
Menurut Soekanto, stratifikasi sosial disebabkan oleh dua hal sebagai berikut :
·         Kelas sosial memberikan fasilitas-fasilitas hidup tertentu (life chances) bagi anggotannya, misalnya keselamatan atas hidup dan sebagainya, yang tidak dimiliki oleh para warga kelas lain.
·         Membentuk gaya dan tingkah laku hidup masing-masing warganya (life style). Karena kelas-kelas yang ada dalam masyarakat mempunyai perbedaan dalam kesempatan menjalani jenis-jenis pendidikan atau rekreasi tertentu.
Statifikasi social mempunyai fungsi sbb (Wrahatnala, 2012 : 19-20) dalam buku Pendidikan Sosial Budaya (2016, hlm. 54) :
a.       Stratifikasi sosial menyusun alat bagi masyarakat dalam mencapai beberapa tugas utama. Hal ini dilaksanakan dengan mendistribusikan prestise maupun privelese (hak yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam sebuah strata). Setiap strata ditandai dengan pangkat atau simbol-simbol yang nyata yang menunjukkan rangking, peranan khusus, dan standar tingkah laku dalam kehidupan. Semuanya diorganisir untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Penghargaan masyarakat terhadap orang-orang yang menduduki dan melaksanakan tugasnya dapat dipandang sebagai insentif yang dapat menarik mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
b.      Stratifikasi sosial menyusun, mengatur, serta mengawasi saling hubungan di antara anggota masyarakat. Peranan, norma, dan standar tingkah laku dilibatkan dan diperhatikan dalam setiap hubungan di antara strata yang ada di dalam masyarakat. Stratifikasi sosial cenderung mengatur partisipasi individu dalam kehidupan secara menyeluruh dalam suatu masyarakat. Ia memberi kesempatan untuk memenuhi dan mengisi tempat-tempat tertentu, dan pada pihak lain ia juga dapat membatasi ruang gerak masyarakat. Tetapi terlepas dari tinggi rendahnya strata yang dimiliki seseorang, stratifikasi berfungsi untuk mengatur partisipasinya di tempat-tempat tertentu dari kehidupan social bersama.
c.       Stratifikasi sosial memiliki kontribusi sebagai pemersatu dengan mengoordinasikan serta mengharmonisasikan unitunit yang ada dalam struktur sosial itu. Dengan demikian, ia berperan dalam memengaruhi fungsi dari berbagai unit dalam strata sosial yang ada.
d.      Stratifikasi sosial mengategorikan manusia dalam stratum yang berbeda, sehingga dapat menyederhanakan dunia manusia dalam konteks saling berhubungan di antara mereka. Dalam kelompok primer, fungsi ini kurang begitu penting karena para anggota saling mengenal secara dekat.
Namun demikian, ia menjadi sangat penting bagi kelompok sekunder. Hal ini disebabkan para anggota tidak saling mengenal, sehingga sulit untuk menetapkan aturan tingkah laku mana yang akan digunakan dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan adanya stratifikasi, kesulitan ini relatif dapat diatasi.
Berikut ini dampak stratifikasi social dalam kehiduan bermasyarakat (Kuswandoko, 2011 : 1-3) dalam buku Pendidikan Sosial Budaya (2016 : 55):
·         Eklusivitas
Stratifikasi sosial yang membentuk lapisan-lapisan sosial juga merupakan subculture, telah menjadikan mereka dalam lapisan-lapisan tertentu menunjukan eklusivitasnya masing-masing. Eklusivitas dapat berupa gaya hidup, perilaku dan juga kebiasaan mereka yang sering berbeda antara satu lapisan dengan lapisan yang lain.
Gaya hidup dari lapisan atas akan berbeda dengan gaya hidup lapisan menengah dan bawah. Demikian juga halnya dengan perilaku masing-masing anggotanya dapat dibedakan, sehingga kita mengetahui dari kalangan kelas sosial mana seseorang berasal.
Eklusivitas yang ada sering membatasi pergaulan di antara kelas sosial tertentu, mereka enggan bergaul dengan kelas sosial dibawahnya atau membatasi diri hanya bergaul dengan kelas yang sama dengan kelas mereka.
·         Etnosentrisme
Etnosentrisme dipahami sebagai mengagungkan kelompok sendiri, dapat terjadi dalam stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat. Mereka yang berada dalam stratifikasi sosial atas akan menganggap dirinya adalah kelompok yang paling baik dan menganggap rendah dan kurang bermartabat kepada mereka yang berada pada stratifikasi sosial rendah.
Pola perilaku kelas sosial atas dianggap lebih berbudaya dibandingkan dengan kelas sosial di bawahnya. Sebaliknya kelas sosial bawah akan memandang mereka sebagai orang boros dan konsumtif dan menganggap apa yang mereka lakukan kurang manusiawi dan tidak memiliki kesadaran dan solidaritas terhadap mereka yang menderita. Pemujaan terhadap kelas sosialnya masing-masing adalah wujud dari etnosentrisme.
·         Konflik Sosial
Perbedaan yang ada di antara kelas sosial dapat menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial maupun iri hati. Jika kesenjangan karena perbedaan tersebut tajam tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik sosial antara kelas sosial satu dengan kelas sosial yang lain.
Misalnya demonstrasi buruh menuntut kenaikan upah atau peningkatan kesejahteraan dari perusahaan dimana mereka bekerja adalah salah satu konflik yang terjadi karena stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat.
Stratifikasi sosial kadang akan membedakan warga masyarakat menurut kekuasaan dan pemilikan materi. Kriteria ekonomi selalu berkaitan dengan aktivitas pekerjaan, kepemilikan kekayaan, atau kedua-duanya. Dengan begitu, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam beberapa stratifikasi atau kelas ekonomi.
Dalam stratifikasi sosial terdapat tiga kelas sosial, yaitu: masyarakat yang terdiri dari kelas atas (upper class), masyarakat yang terdiri kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Orang-orang yang berada pada kelas bawah (lower) biasanya lebih banyak (mayoritas) daripada di kelas menengah (middle) apalagi pada kelas atas (upper). Semakin ke atas semakin sedikit jumlah orang yang berada pada posisi kelas atas (upper class).

C.    Perubahan Sosial
Menurut Kingsley Davis (Soekanto, 2007 : 262) menyatakan bahwa “Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat”. Dia menjelaskan bahwa perubahan sosial merupakan perubahan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Contoh perubahan sosial yang dia maksud seperti: Terjadinya pengorganisasian buruh dalam masyarakat industri atau kapitalistis. Hal ini menyebabkan perubahan perubahan hubungan antara majikan dan para buruh yang kemudian terjadi perubahan juga dalam organisasi politik yang ada dalam perusahaan tersebut dan masyarakat.
William Ogburn, menjelaskan pengertian perubahan sosial dengan membuat batasan ruang lingkup perubahan sosial itu. Dia menjelaskan bahwa perubahan sosial itu mencakup unsur unsur kebudayaan (baca pengertian kebudayaan) baik yang bersifat materiil dan yang tidak bersifat material (immaterial) dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur unsur kebudayaan immateriil.
Kemudian, Gillin dan Gillin memberikan tanggapan dalam salah satu karangannya bahwa pengertian perubahan sosial sebagai suatu variasi cara cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi (baca pengertian ideologi) maupun disebabkan karena adanya difusi maupun penemuan penemuan baru dalam masyarakat  (baca pengertian masyarakat ) tersebut.
Selo Soermadjan juga memberikan tanggapan tentang apa pengertian perubahan sosial itu. Dia mengatakan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi pada lembaga lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai nilai, sikap sikap, dan pola pola peri kelakuan di antara kelompok kelompok dalam masyarakat tersebut.

D.    Pendidikan Karakter
Menurut Brubecker (2015 : 87) menyatakan bahwa education should be trough of as process of man reciprocal adjusman to nature. Dinyatakan bahwa pendidikan merupakan proses timbal balik antara kepribadian individu dlaam penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan. Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah suatu upaya yang diciptakan untuk membantu kepribadian individu tumbuh dan berkembang serta bermanfaat bagi kehidupan.
Langeveld  (M.I. Soelaiman, 1985) dalam buku Landasan Pendidikan (2014, hlm 26) menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap pihak lain yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan.
Lahirnya pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang posiivisme yang dipelopori oleh filsuf Perancis, Augest Comte.
M . Furqon Hidayatulloh mengutip pendapatnya Rutland (2009 : 1) yang mengemukakan bahwa karakter berasal dari akar kata bahasa Latin yang berarti “dipahat”. Secara harfiah, karakter artinya adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama, atau reputasinya (Hornby dan Parnwell. 1972:49).
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Dalam buku Pendidikan Karakter di Sekolah dijelaskan bahwa Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu dalam membentuk watak peserta didik dengan cara memberikan keteladanan, cara berbicara atau menyampaikan materi yang baik, toleransi, dan berbagai hal yang terkait lainnya. (2010. hlm 31)

E.     Modernisasi
Menurut Wijoyo Nitisastro (2016 : 64), Modernisasi adalah suatu proses transformasi total dari kehidupan bersama yang bersifat tradisional (pramodern) dalam arti teknologi suatu organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis. Menurut Wilbert E. Moore (Omika, 2012 : 1 ) modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi social ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadikan ciri negara-negara barat yang stabil.
Dalam buku Dampak Modernisasi Terhadap Hubungan Kekerabatan Daerah Sumatera Selatan drs. M. Alimansyur dan tim menjelaskan bahwa modernisasi suatu masyarakat yang merupakan proses transformasi dalam segala aspek yang dapat  berarti pula proses pergeseran sikap dan mentalitas pada sebagian anggota masyarakat untuk dapat menyesuaikan dengan tuntutan masa kini. Pada suatu kelompok masyarakat tertentu umpamanya suku bangsa tertentu yang hidup dalam tata cara tradisional pergeseran ini tidak jarang meliputi berbagai aspek, disamping itu perubahannya pun cukup mendasar (1987, hlm 1).

F.     Remaja
Aussubel (Haditono, 1994) dalam buku Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya mengatakan bahwa kalau status orang dewasa sebagai status primer, artinya status itu diperoleh berdasarkan kemampuan dan usaha sendiri dan status anak adalah status yang diperoleh yaitu tergantung dari apa yang diberikan orang tua dan masyarakat, maka remaja ada dalam status interim sebagai akibat dari posisi yang sebagian diberikan oleh orang tua dan masyarakat dan sebagian melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberi prestise tertentu pada dirinya. Oleh karena itu remaja akan berjuang untuk melepaskan ketergantungannya kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga mereka dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa.
Terdapat pandangan umum yang tidak sepenuhnya benar, mengatakan bahwa remaja menggunakan konflik dan sikap menentang sebagai cara untuk mencapai otonomi dan kebebasan dari orang tua. Kadang-kadang remaja menemui pertentangam dari orang tua yang dapat menimbulkan konflik, namun orang tua dalam melalui proses tersebut berusaha meminimalkan konflik dan membantu anak remajanya untuk mengembangkan kebebasan berpikirnya dan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri. (Craig, 1995).



BAB III
PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Penelitian
Permasalahan yang kelompok kami ambil yaitu “Semakin Lunturnya Peran Pendidikan Di Kalangan Remaja Akibat Modernisasi”, dan menggunakan pendekatan multidisipliner. Karena factor penyebab masalah tersebut mencakup berbagai sudut pandang keilmuan. Metode penelitian pemecahan masalah yang kelompok kami gunakan yaitu metode riset kuantitatif, karena penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil sampel menggunakan kuisioner dengan jumlah 45 orang.
Ditemukan adanya masalah di kalangan remaja mengenai peran pendidikan yang luntur atau hilang akibat dampak negative modernisasi. Solusi / pemecahan masalah yang telah kami diskusikan yaitu :
a.      Memberikan pendidikan kepada anak, sebab agama mengandung nilai-nilai kebaikan universal yang bisa dijadikan pedoman hidup.
b.      Orang tua memberikan contoh yang baik pada anak
c.       Jauhkan anak dari lingkungan pergaulan yang buruk
d.      Orang tua memberikan perhatian yang cukup terhadap anak
e.       Memperbaiki kualitas lingkungan sekolah dan program extrakulikuler sekolah lebih ditingkatkan
f.        Mengikuti pembelajaran di luar sekolah, seperti les atau private.`




B.     Analisis Hasil Penelitian
Setelah kami melakukan survey terhadap 45 orang tersebut, berikut hasilnya :

Melihat hasil penelitian diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa 45 remaja di Indonesia memiliki HP dengan harga yang mahal dan dominan menggunakan android dan smartphone. Sekitar 10 orang memiliki Iphone, 8 orang HP Oppo, 8 orang HP Samsung, 7 orang HP Lenovo, 2 orang Blackberry, dan 10 orang HP Xiaomi.












      Dari data tersebut, kami menemukan sekitar 34 orang memiliki 1 HP, 9 orang 2 HP, dan 2 orang 3 HP. Memang beragam, biasanya itu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing, dan juga mengkuti lingkungan sekitar.
Melihat data tersebut sudah jelas bahwa 45 remaja yang kami jadikan sampel, hanya 20% atau sekitar 9 remaja yang membeli HPnya dengan menggunakan uang sendiri, menabung atau uang beasiswa misalnya. Namun sangat miris ketika 80% atau sekira 36 remaja yang membeli HPnya dengan menggunakan uang orangtua. Ada yang memang pemberian, ataupun memaksa kepada orangtuanya untuk dibelikan HP.
Biasanya para remaja hangout untuk mengisi waktu luang, dan kami menemukan 8 dari 45 remaja yang menjadi sampel, atau 17.8% sering hangout, 35 dari 45 remaja atau 77.8% kadang-kadang, dan hanya 2 orang atau 4.40% dari 45 remaja yang tidak pernah hangout.
Dengan melihat data di atas, sangat terlihat pengaruh negative modernisasi terhadap pendidikan di Indonesia. Hanya 2.20% atau hanya 1 orang dari 45 remaja yang kami jadikan sampel yang menjadikan perpustakaan sebagai tempat hangout. 5.00% atau sekitar 3 orang memanfaatkan tempat wisata / alam sebagai tempat hangout, 46% atau sama dengan 20 orang memanfaatkan caffe sebagai tempat hangout, bahkan 46.7% atau sama dengan 21 orang dari 45 remaja memanfaatkan mall sebagai tempat hangout atau tempat mengisi waktu luang bersama teman-temannya. Hal ini bisa dihindari dengan cara menjauhkan anak dengan lingkungan yang buruk, yang menjadikan caffe atau mall tempat menghabiskan uang tersebut menjadi tempat persinggahannya.
29 orang atau sekitar 64.40% dari 45 remaja yang menjadi sampel sering melakukan hangout dengan menggunakan uang dari orangtua, dan hanya 16 orang atau sekitar 35% menggunakan uang sendiri
Sangat miris ketika mengetahui bahwa remaja saat ini sangat mengutamakan gaya hidup dibandingkan pendidikan. Ternyata 28 orang dari 45 remaja yang dijadikan sampel atau sekitar 62.20% mereka lebih banyak menghabiskan waktu luang untuk hangout dan sekedar nongkrong bersama teman-temannya. Tetapi, hanya 17 orang dari 45 remaja, atau sekitar 37.80% yang menghabiskan waktu luangnya untuk belajar.
Sangat miris ketika mengetahui bahwa remaja saat ini sangat mengutamakan gaya hidup dibandingkan pendidikan. Ternyata 28 orang dari 45 remaja yang dijadikan sampel atau sekitar 62.20% mereka memanfaatkan waktunya untuk belajar dalam sehari kurang dari 6 jam, tetapi hanya 17 orang dari 45 remaja, atau sekitar 37.80% yang menghabiskan waktu lebih dari 6 jam untuk belajar
Tidak heran apabila 45 remaja yang dijadikan sampel hanya sebagian kecil yang menghabiskan waktu luangnya untuk belajar. Terlihat pada data tersebut, hanya 24.40% atau sekitar 11 orang dari 45 remaja yang mengikuti tambahan belajar di luar jam pelajaran di sekolah. Dan 75.60% atau sekitar 34 orang dari 45 remaja tidak mengikuti program tambahan belajar.
Ini bukti bahwa modernisasi telah masuk ke dalam kehidupan remaja pada saat ini, 39 orang atau sekitar 86.70% dari 45 remaja yang dijadikan sampel memanfaatkan gadget yang mereka miliki untuk belajar, dan hanya 6 orang atau sekitar 13.30% dari 45 remaja tidak memanfaatkan gadgetnya untuk belajar.

C.    PEMBAHASAN
Penelitian ini kami lakukan dengan menggunakan aplikasi googlle drive dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada 45 orang yang latar belakangnya yaitu kalangan remaja. Mengapa harus remaja? Karena saat ini, remaja di Indonesia banyak perbedaan dibandingkan dengan remaja zaman dulu. Baik itu dari segi bahasa, gaya hidup, cara belajar, dan lain sebagainya. Hal itu merupakan salah satu dampak adanya modernisasi.
Modernisasi ini memang menimbulkan dampak poositif, namun dampak negative lah yang sangat menonjol di kalangan remaja. Mengapa demikian? Kami berpendapat seperti itu karena kami telah melakukan riset / peneitian. Ditemukan adanya masalah di kalangan remaja mengenai peran pendidikan yang luntur atau hilang akibat dampak negative modernisasi. Untuk itu, disinilah peran pendidikan karakter yang harus diintensifkan dan disosialisasikan di setiap sekolah agar remaja di Indonesia tidak buta akan negative nya modernisasi terhadap pendidikan.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan tersebut yaitu :
a.       Faktor Teknologi
Teknologi saat ini memang sangat mudah ditemukan dan diakses. Setiap gaya hidup orang asing maupun local akan dengan mudah kita ketahui, dan semua aspek dalam kehidupan dengan mudah diakses. Itu menyebabkan ketergantungan teknologi dan membuat siapapun lebih percaya terhadap teknologi.
b.      Faktor Pendidikan
Pendidikan di Indonesia memang sudah maju apabila dilihat dari segi fasilitas atau media pembelajaran. Namun hal itu bisa menyebabkan anak ktergantungan. Sekolah di Indonesia saat ini pun sangat beragam dan dikelompokkan dalam beberapa lapisan dilihat dari status sosio ekonomi.
c.       Faktor Psikologi
Biasanya, lingkungan sangat mempengaruhi psikologi anak. Hal tersebut diakibatkan karena anak tidak dapat menguasai emosi dalam menghadapi lingkungan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan. Apalagi kalau si anak memiliki sikap untuk menerima hal-hal baru dan terbuka untuk perubahan, apapun yang dapat merubah dirinya pasti akan diterapkan.
d.      Faktor Ekonomi
Status ekonomi masyarakat Indonesia berbeda-beda, ada kalangan rendah, tengah, dan atas. Biasanya, pada kalangan tengah ke atas berbondong-bondong memunculkan identitasnya dengan cara mengikuti perkembangan modernisasi. Baik itu dalam segi pendidikan, gaya hidup, maupun yang lainnya. Hal itu diakibatkan oleh perasaan yang mudah untuk mendapatkan semuanya dengan menggunakan uang.
BAB IV
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Menurut hasil penelitian yang kami dapat, 45 remaja di Indonesia memiliki kepercayaan terhadap modernisasi dengan cara memanfaatkan gadget yang dimilikinya untuk media belajar. Namun disamping itu, sebagian besar dari mereka tidak dapat menyaring perkembangan modernisasi di sekitarnya.  Mereka hanya mengikuti perkembangan zaman tanpa memikirkan akibatnya.
Untuk itu, solusi yang paling tepat dalam menghadapi dari pada dampak modernisasi terhadap dunia pendidikan di Indonesia ini adalah: menyadari bahwa pendidikan itu akan selalu berubah-ubah mengikuti zaman, untuk itu perlunya persiapan yang lebih intens terhadap Sumber Daya Manusia (SDM)nya dan selalu akan tetap mengatakan bahwa pendidikan adalah hal tertinggi yang harus di pertahankan. Sedang mengikuti modernisasi adalah wujud kondisional yang juga harus eksis, setelah kemampuan pemahaman kita benar-benar mendalam tentang itu. Sebab jika modernisasi tidak dibangun diatas landasan pendidikan, ditakutkan manusia akan goyah dengan perkembangan zaman yang melaju begitu cepat ini, serta ditakutkan juga manusia terbawa arus, tidak dapat menghentikan tingginya amukan badai yang menerpa.

B.     SARAN
Memang modernisasi tidak dapat kita bendung, tapi coba lah membatasi modernisasi tersebut. Jangan sampai pendidikan di Indonesia menjadi rusak yang diakibatkan oleh modernisasi yang menyebar luas di Indonesia. Dengan menyadari bahwa pendidikan itu akan selalu berubah-ubah mengikuti zaman, untuk itu perlunya persiapan yang lebih intens terhadap Sumber Daya Manusia (SDM)nya dan selalu akan tetap mengatakan bahwa pendidikan adalah hal tertinggi yang harus di pertahankan. Dan lagi, untuk mencari solusi dasar dari permasalahan yang mendalam ini dibutuhkan klasifikasi yang begitu sangat matang antara kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Dimana harus lebih mengutamakan prioritas dari yang biasa dan paling urgen dari yang tidak penting, sehingga tercipta suasana baru yang lebih efektif dan efisien.



LAMPIRAN LAMPIRAN

LAMPIRAN 1
PERTANYAAN – PERTANYAAN
Berikut merupakan isi dari kuisioner yang kami buat :
1.      Merk HP apa yang anda miliki?
2.      Berapa HP yang anda miliki?
3.      Darimana anda mendapatkan uang untuk membeli HP tersebut?
4.      Apakah anda sering hangout?
5.      Biasanya anda sering hangout kemana?
6.      Darimana anda mendapatkan uang untuk hangout?
7.      Anda lebih banyak menghabiskan waktu untuk hangout atau belajar?
8.      Berapa lama waktu yang anda gunakan untuk belajar dalam sehari?
9.      Apakah anda menambah jam belajar anda di luar sekolah? Seperti les, private, dl
10.  Apakah gadget yang anda miliki digunakan untuk belajar?


DAFTAR PUSTAKA

Asmani, M. Jamal, 2012. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah. Sampangan : DIVA press
Alimansyur, M, 1987. Dampak Modernisasi Terhadap Hubungan Kekerabatan Daerah Sumatera Selatan. Palembang : Proyek IDKD Sumatera Selatan
Partowisastro, Koestoer, 1983. Dinamika Psikologi Sosial. Jakarta Pusat : Erlangga
Soetjiningsih, 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : CV. Sagung Seto
Tim Penyusun Buku Ajar MKDP (KD 300), 2014. Landasan Pendidikan . Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan
Tim Pengembang MKDP Kurikulum Dan Pembelajaran, 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Tim Penulis Dosen MKDU FPIPS UPI, 2016. Pendidikan Sosial Budaya.  Bandung : CV. Maulana Media Grafika
Slavni, E. Robert, Jilid 2 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Indeks
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2015. Manajemen Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta






Comments