ANAK & BERMAIN
Play
and children cannot be separeted. Children play to full all they natural needed
and finally to be one of task characteristic for children that is very
important for grow and raise.
Therefor,
playing is one of important principle for early childhood education. Play is
more benefit for children if appropriate with age grade and appear from
children inner. In generally, playing in preschool had been contamined with
teacher vision. In fact, play cannot effective for children again. Therefor,
teacher must know and understand about concept and characteristic true play. It
is advantage to plan true strategic when teacher make program for children.
High tolerance about children interest and flexible program support intention
children playing.
Kata
kunci : Anak, Bermain, Aspek Perkembangan Anak.
Pendahuluan
Bermain
dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain
dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain
dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip
pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Namun
apakah prinsip tersebut sudah dapat dilakukan dengan baik pada lembaga
pendidikan prasekolah tersebut?
Pentingnya
Bermain Untuk Anak Usia Dini
Bermain
merupakan kegiatan yang tidak pernah lepas dari anak. Keadaan ini menarik minat
peneliti sejak abad ke 17 untuk melakukan penelitian tentang anak dan bermain.
Peneliti ingin menunjukkan sejauhmana bermain berpengaruh terhadap anak, apakah
hanya sekedar untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan sosial atau sekedar
untuk mengisi waktu luang.
Pendapat
pertama tentang bermain oleh Plato mencatat bahwa anak akan lebih mudah
memahami aritmatika ketika diajarkan melalui bermain. Pada waktu itu Plato mengajarkan
pengurangan dan penambahan dengan membagikan buah apel pada masing-masing anak.
Kegiatan menghitung lebih dapat dipahami oleh anak ketika dilakukan sambil
bermain dengan buah apel. Eksperimen dan penelitian ini menunjukkan bahwa anak
lebih mampu menerapkan aritmatika dengan bermain dibandingkan dengan tanpa
bermain.
Pendapat
selanjutnya oleh Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat
antara kegiatan bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa
yang akan datang. Menurut Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain
dengan permainan yang akan ditekuni di masa yang akan datang. Sebagai contoh
anak yang bermain balok-balokan, dimasa dewasanya akan menjadi arsitek. Anak
yang suka menggambar maka akan menjadi pelukis, dan lain sebagainya.
Pada
abad ke 18 dan awal abad ke 19, Rousseau dan Pestalozzi mulai menyadari bahwa
pendidikan akan lebih efektif jika disesuaikan dengan minat anak. Pernyataan
ini mendukung teori Frobel yang mengatakan bahwa bermain sangat penting dalam
belajar. Belajar berkaitan dengan proses konsentrasi. Orang yang mampu belajar
adalah orang yang mampu memusatkan perhatian. Bermain adalah salah satu cara
untuk melatih anak konsentrasi karena anak mencapai kemampuan maksimal ketika
terfokus pada kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan mainan. Bermain juga
dapat membentuk belajar yang efektif karena dapat memberikan rasa senang
sehingga dapat menimbulkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Motivasi
instrinsik tersebut terlihat dari emosi positif anak yang ditunjukkan melalui
rasa ingin tahu yang besar terhadap kegiatan pembelajaran.
Akhir
abad 19, Herbart Spencer, mengemukakan bahwa anak bermain karena anak memiliki
energi yang berlebihan. Teori ini sering dikenal dengan teori Surplus Energi yang
mengatakan bahwa anak bermain (melompat, memanjat, berlari dan lain sebagainya)
merupakan manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak. Bermain
menurut Spencer bertujuan untuk mengisi kembali energi seseorang anak yang
telah melemah.
Dilanjutkan
oleh G Stanley Hall, ia menjabarkan teori bermain sebagai bentuk evolusi dari
kegiatan nenek moyangnya dimasa yang lampau. Menurut Hall, kegiatan bermain
pada anak menunjukkan pengalaman nenek moyang ras tertentu (pengulangan
perkembangan ras). Sebagai contoh, anak yang suka bermain dengan air maka
diduga bahwa nenek moyang anak tersebut adalah ikan, anak yang suka melakukan
kegiatan memanjat maka diduga bahwa nenek moyang anak tersebut adalah monyet.
Teori bermain Hall, sangat dipengaruhi Teori Evolusi Darwin yang pada saat itu
memberikan pembaharuan baru dalam ilmu pengetahuan.
Seorang
tokoh Filsafat, Karl Gross mengatakan bahwa anak bermain untuk mempertahankan
kehidupannya. Menurut Gross, awalnya kegiatan bermain tidak memiliki tujuan
namun kemudian memiliki tujuan dan sangat berguna untuk memperoleh dan melatih
keterampilan tertentu dan sangat penting fungsinya bagi mereka pada saat dewasa
kelak, contoh, bayi yang menggerak-gerakkan tangan, jari, kaki dan berceloteh
merupakan kegiatan bermain yang bertujuan untuk mengembangkan fungsi motorik
dan bahasa agar dapat digunakan dimasa datang.
Sigmund
Freud berdasarkan Teori Psychoanalytic mengatakan bahwa bermain berfungsi untuk
mengekspresikan dorongan implusif sebagai cara untuk mengurangi kecemasan yang berlebihan
pada anak. Bentuk kegiatan bermain yang ditunjukan berupa bermain fantasi dan
imajinasi dalam sosiodrama atau pada saat bermain sendiri. Menurut Freud,
melalui bermain dan berfantasi anak dapat mengemukakan harapan-harapan dan
konflik serta pengalaman yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata,
contoh, anak main perang-perangan untuk mengekspresikan dirinya, anak yang
meninju boneka dan pura-pura bertarung untuk menunjukkan kekesalannya.
Teori
Cognitive-Developmental dari Jean Piaget, juga mengungkapkan bahwa bermain
mampu mengaktifkan otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan
kiri secara seimbang dan membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan
pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk masa datang. Berkaitan dengan
itu pula otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk menerima
pelajaran.
Berdasarkan
kajian tersebut maka bermain sangat penting bagi anak usia dini karena melalui
bermain mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Aspek tersebut ialah aspek
fisik, sosial emosional dan kognitif. Bermain mengembangkan aspek fisik/motorik
yaitu melalui permainan motorik kasar dan halus, kemampuan mengontrol anggota
tubuh, belajar keseimbangan, kelincahan, koordinasi mata dan tangan, dan lain
sebagainya. Adapun dampak jika anak tumbuh dan berkembang dengan fisik/motorik
yang baik maka anak akan lebih percaya diri, memiliki rasa nyaman, dan memiliki
konsep diri yang positif . Pengembangan aspek fisik motorik menjadi salah satu
pembentuk aspek sosial emosional anak.
Bermain
mengembangkan aspek sosial emosional anak yaitu melalui bermain anak mempunyai
rasa memiliki, merasa menjadi bagian/diterima dalam kelompok, belajar untuk
hidup dan bekerja sama dalam kelompok dengan segala perbedaan yang ada. Dengan
bermain dalam kelompok anak juga akan belajar untuk menyesuaikan tingkah
lakunya dengan anak yang lain, belajar untuk menguasai diri dan egonya, belajar
menahan diri, mampu mengatur emosi, dan belajar untuk berbagi dengan sesama.
Dari sisi emosi, keinginan yang tak terucapkan juga semakin terbentuk ketika
anak bermain imajinasi dan sosiodrama.
Aspek
kognitif berkembang pada saat anak bermain yaitu anak mampu meningkatkan
perhatian dan konsentrasinya, mampu memunculkan kreativitas, mampu berfikir
divergen, melatih ingatan, mengembangkan prespektif, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa. Konsep abstrak yang membutuhkan kemampuan kognitif juga
terbentuk melalui bermain, dan menyerap dalam hidup anak sehingga anak mampu
memahami dunia disekitarnya dengan baik.
Bermain
harus sesuai dengan tahapan usia anak
Pendidik
seharusnya memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang bermain agar dapat
mendukung dan menetapkan kegiatan bermain yang cocok untuk anak. Anak dengan
tingkat usia yang berbeda memiliki minat bermain yang berbeda. Tahapan tersebut
dapat diprediksi karena telah dilakukan penelitian yang panjang pada setiap
tahapan usia anak. Tahapan tersebut secara umum dijabarkan sebagai berikut ;
1.
Bayi – Toddler
Bermain
lebih fokus pada keterampilan motorik, pemaksimalan panca indera, kegiatan
eksplorasi objek, banyak melakukan gerakan sederhana, gerakan dilakukan tidak
bertujuan dan dilakukan berulang-ulang, tidak/belum ada komunikasi, melakukan
aktivitas yang sama namun tidak berhubungan dgn anak lain, konsentrasi bermain
hanya dengan mainannya sendiri, dan belum mengenal konsep peraturan.
2.
Anak-anak awal – akhir
Pada
usia ini anak sudah mulai menunjukkan minat untuk bermain dengan anak lain,
sering saling bertukar mainan, sama-sama belajar dengan anak lain untuk membuat
peraturan dan bermain dengan peraturan, belajar untuk bekerja sama dalam satu
aktivitas, sudah mampu membangun dan menciptakan sesuatu dengan benda, tujuan
bermain adalah untuk memperoleh kepuasan pribadi, jika melakukan kegiatan
bermain sambil bertanding, anak belum ada keinginan untuk menang, dan anak
belajar untuk berhitung, membaca, menulis (kemampuan dasar akademik).
3.
Sekolah dasar
Pada
tahap bermain ini, anak sangat tertarik untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan
menciptakan mainannya sendiri (berkreasi), mulai menyukai kegiatan bermain yang
menggunakan angka dan kode-kode rahasia, mulai menunjukkan siapa dirinya,
keahliannya, talenta dan kemampuannya, sudah mulai memahami makna kata, huruf
dan angka, sudah mampu membangun konsep kerjasama dan sudah mengenal rasa
bersaing.
4.
Memasuki remaja awal
Tahapan
bermain memasuki remaja awal yaitu banyak bermain dengan permainan teratur dan
terstruktur, bermain dengan peraturan (sport), memiliki motivaasi bermain untuk
memperoleh kemenangan (menang berarti mampu mengikuti peraturan), kegiatan
terfokus/minat pada kelompok, dan anak belajar untuk memahami lingkungan
social.
Bermain
memberi kontribusi alamiah untuk belajar dan berkembang, dan tidak ada satu
program pun yang dapat menggantikan pengamatan, aktivitas, dan pengetahuan
langsung anak pada saat bermain.
Salah
satu cara anak mendapatkan informasi adalah melalui bermain. Bermain memberikan
motivasi instrinsik pada anak yang dimunculkan melalui emosi positif. Emosi
positif yang terlihat dari rasa ingin tahu anak meningkatkan motivasi
instrinsik anak untuk belajar. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian anak
terhadap tugas. Emosi negative seperti rasa takut, intimidasi dan stress,
secara umum merusak motivasi anak untuk belajar. Rasa ingin tahu yang besar,
mampu berpikir fleksibel dan kreatif merupakan indikasi umum anak sudah
memiliki keinginan untuk belajar. Secara tidak langsung bermain sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan anak untuk belajar dan mencapai sukses. Hal
ini sesuai dengan teori bermain yang dikemukakan oleh James Sully, bahwa
bermain berkait erat dengan rasa senang pada saat melakukan kegiatan (Mayke S
Tedjasaputra; 2001)
Aktifitas
bermain yang belajar memberikan jalan majemuk pada anak untuk melatih dan
belajar berbagai macam keahlian dan konsep yang berbeda. Anak merasa mampu dan
sukses jika anak aktif dan mampu melakukan suatu kegiatan yang menantang dan
kompleks yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Oleh karena itu pendidik
seharusnya memberikan materi yang sesaui, lingkungan belajar yang kondusif,
tantangan, dan memberikan masukan pada anak untuk menuntun anak dalam
menerapkan teori dan melakukan teori tersebut dalam kegiatan praktek.
Ciri
Utama Bermain
Pentingnya
arti bermain bagi anak mendorong seorang tokoh psikologi dan filsafat terkenal
Johan Huizinga untuk ikut merumuskan teori bermain. Ia mengemukakan bahwa
bermain adalah hal dasar yang membedakan manusia dengan hewan. Melalui kegiatan
bermain tersebut terpancar kebudayaan suatu bangsa. Namun beberapa orang tidak
dapat membedakan kegiatan bermain dengan kegiatan tidak bermain. Pendidikan
prasekolah yang menerapkan prinsip pendidikan anak dengan belajar yang bermain,
mengalami kerancuan dalam makna. Untuk itu perlu diklasifikasikan antara
kegiatan bermain dengan kegiatan yang bukan bermain.
Menurut
Rubin, Fein, & Vandenverg dalam Hughes ada 5 ciri utama bermain yang dapat
mengidentifikasikan kegiatan bermain dan yang bukan bermain :
Bermain
didorong oleh motivasi dari dalam diri anak. Anak akan melakukannya apabila hal
itu memang betul-betul memuaskan dirinya. Bukan untuk mendapatkan hadiah atau
karena diperintahkan oleh orang lain.
Bermain
dipilih secara bebas oleh anak. Jika seorang anak dipaksa untuk bermain,
sekalipun mungkin dilakukan dengan cara yang halus, maka aktivitas itu bukan
lagi merupakan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang ditugaskan oleh guru TK
kepada murid-muridnya, cenderung akan dilakukan oleh anak sebagai suatu
pekerjaan, bukan sebagai bermain. Kegiatan tersebut dapat disebut bermain jika
anak diberi kebebasan sendiri untuk memilih aktivitasnya.
Bermain
adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Anak merasa gembira dan bahagia dalam
melakukan aktivitas bermain tersebut, tidak menjadi tegang atau stress.
Biasanya ditandai dengan tertawa dan komunikasi yang hidup.
Bermain
tidak selalu harus menggambarkan hal yang sebenarnya. Khususnya pada anak usia
prasekolah sering dikaitkan dengan fantasi atau imajinasi mereka. Anak mampu
membangun suatu dunia yang terbuka bagi berbagai kemungkinan yang ada, sesuai
dengan mimpi-mimpi indah serta kreativitas mereka yang kaya.
Bermain
senantiasa melibatkan peran aktif anak, baik secara fisik, psikologis, maupun
keduanya sekaligus.
Apa
yang dapat dilakukan oleh pendidik?
Adapun
upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk menghargai arti bermain itu adalah
dengan memberikan pengalaman dan kesempatan aktivitas bermain pada anak.
Bermain tanpa dibatasi dengan waktu dan peraturan bermain membuat anak punya
banyak waktu untuk eksplorasi sendiri serta mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri. Untuk upaya tindakan protektif kepada anak, pendidik dapat memberikan
kenyamanan dan lingkungan yang mendukung untuk bermain dan merancang lingkungan
bermain outdoor. Adapun tujuannya adalah agar kebebasan anak ketika bermain
tidak terganggu dengan lingkungan yang membahayakan. Anak dapat memilih mainan
apapun dan bermain dengan bebas tanpa takut cedera. Pendidik juga dapat
merencanakan kurikulum dengan seksama, menanggapi anak pada saat bermain,
peduli akan kebutuhan anak, mengobservasi anak pada saat bermain spontan dan
tahu kapan saatnya pendidik memberikan bantuan, mengontrol tingkah laku anak
dan membantu anak mengungkapkan perasaan melalui verbal pada saat bermain.
Kesimpulan
Anak
dan bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak adalah bermain.
Beberapa manfaat diperoleh dari kegiatan bermain yaitu dapat mengembangkan
aspek perkembangan anak. Tahapan perkembangan anak juga dapat menjadi ciri
dalam kegiatan bermain anak, sehingga kegiatan bermain dapat diprediksi dan
dijadikan acuan dalam perkembangan anak. Ketika pentingnya bermain dapat
dipahami oleh pendidik maka pendidik dapat mengupayakan kegiatan bermain
menjadi lebih utama dalam kegiatan belajar untuk anak. Upaya lain yang dapat
dilakukan pendidik adalah dengan merancang lingkungan yang kondusif untuk anak
bermain, dan menjadi fasilitator serta motivator untuk anak ketika anak sedang
bermain.
Referensi
https://marthachristianti.wordpress.com/2008/03/11/anak-bermain/
Elizabeth
H. 1978. Perkembangan Anak 1. Jakarta : Erlangga
NN.
2002. Working with play. http://www.cyc-net.org/index.html
Redaksi.
Anak-anak bermainlah! http://www.dhammacakka.org/majalah/mj36/ulasan.htm
Joan
Packer Isenberg and Nancy Quisenberry.____. Play Essential for Children A
Position Paper of the Association for Childhood Education International.
http://www.acei.org/playpaper.htm
Mayke
Sugianto. 1995. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta : Dirjen Pendidikan
Tinggi
Comments
Post a Comment